Powered By Blogger

Jumat, 06 September 2013

Inilah Prospek Ekonomi Tahun 2013 dan Kendalanya

Inilah Prospek Ekonomi Tahun 2013 dan Kendalanya
 
Senin, 24 Desember 2012 10:43:35 WIB
-


Jakarta 
 - Sikap optimistis diperlihatkan oleh hampir semua ahli melihat wajah perekonomian Indonesia di tahun 2013 nanti. Mereka menilai, kondisi perekonomian nasional pada tahun itu akan berjalan cukup baik, terutama dilihat dari aspek makro ekonomi. Meski begitu, sikap hati-hati dan waspada terhadap perekonomian global harus tetap dijaga.

Itulah kenapa, banyak lembaga keuangan dan lembaga riset internasional ikut memberi aplaus terhadap perjalanan perekonomian Indonesia sepanjang tahun ini dan prospeknya tahun depan.

Lihat saja survei yang dilakukan oleh Bloomberg dan perhitungan Dana Moneter Internasional (IMF). Kata mereka, di tahun 2013 nanti perekonomian Indonesia akan tumbuh dengan laju tercepat setelah China.

“Dunia memandang ekonomi Indonesia dengan amat optimistis,” ujar Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dalam diskusi bertajuk Review & Outlook 2013: Tantangan Perekonomian & Peluang Bisnis, yang diselenggarakan kelompok usaha media, Inilah.comGroupdi Grand SahidJaya, Jakarta, Kamis pekan lalu.

Sikap optimistisitu memang bukan tanpa alasan bila melihat capaian yang dipertontonkan perekonomian Indonesia sepanjang tahun 2012. Enam indikator yang biasanya dipakai sebagai patokan untuk melihat pergerakan perekonomian berjalan sesuai sasaran, tercermin dari angka-angka yang disodorkan Kantor Kementerian Bidang Perekonomian dalam diskusi tersebut.

Enam indikator itu adalah pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang mencapai 6,3%, PDB per kapita sebesar US$ 3.850, tingkat kemiskinan yang menjadi 11,96%, pengangguran tinggal 6,1%, inflasi 3,66%, dan rasio utang terhadap PDB 23%. Coba bandingkan dengan tahun 2000, rasio utang terhadap PDB sempat mencapai 89%.

Indonesia memang beruntung dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Ketika negara-negara tersebut terpengaruh oleh krisis yang ditiup dari Eropa dan Amerika Serikat, ternyata Indonesia masih tetap berdiri kokoh.

Memang, dalam beberapa tahun ini, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 6%. Target tahun ini sebesar 6,5%, tampaknya bakal tercapai. Sebab, bukan apa-apa, pada triwulan II 2012 saja, perekonomian Indonesia sudah tumbuh setinggi 6,4%.

Ada dua sumber yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia setinggi itu. Pertama, nilai investasi. Kedua, konsumsi domestik yang begitu kuat. Konsumsi domestik menyumbang hampir 60% dari total PDB.

Untuk investasi, sepanjang Januari-September 2012 sudah mencapai Rp 229,9 triliun, atau meningkat 27,0% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2011 yang hanya Rp 181,0 triliun. Sampai triwulan III tahun ini, investasi asing banyak masuk ke sektor sekunder, terutama industri. Total nilai investasi sampai akhir tahun ini diperkirakan Rp 300 triliun.

Lonjakan Pendapatan


Capaian seperti itulah yang membuat banyak ahli optimistisbahwa perekonomian Indonesia di tahun 2013 akan berjalan cukup baik. “Saya cukup optimistis lantaran rating Yunani sudah naik. Ada tanda-tanda terjadi kesepakatan politik. Ini tentu saja memberi sinyal positif bagi ekonomi global,” kata Hatta.

Mungkin lantaran itulah, dalam APBN 2013 pemerintah berani memasang pertumbuhan ekonomi 6,8% dan inflasi dikendalikan pada angka 4,9%. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi setinggi itu, sektor investasi dan konsumsi domestik tetap dipakai sebagai andalan.

Hatta memperkirakan, pada tahun 2013, investasi yang bakal masuk ke Indonesia akan mencapai Rp 380 triliun. “Berdasarkan data investasi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), tahun 2013 bakal ada lonjakan investasi Rp 100 triliun dibanding 2012,” ujarnya.

Tak kalah hebat sumbangan dari konsumsi domestik. Dengan pendapatan per kapita rata-rata sebesar US$ 3.850, akan muncul gelombang permintaan baru. Ini tentu saja, akan menaikkan konsumsi domestik sehingga perekonomian Indonesia tetap tumbuh tinggi.

Lonjakan pendapatan per kapita dari US$ 1.187,7 di tahun 2004 menjadi US$ 3.850, memang telah mendongkrak jumlah kelas menengah dan orang-orang kaya di Indonesia bertambah. Bahkan, Bank Dunia menyebutkan, kini ada sekitar 134 juta jiwa orang Indonesia yang saban hari membelanjakan uangnya antara US$ 2–US$ 20.

Yang lebih fantastis lagi adalah kenaikan jumlah orang kaya di Indonesia. Credit Suisse Research Institute mencatat bahwa ada sekitar 112.000 orang kaya di Indonesia yang memiliki aset minimal US$ 1 juta. Angka ini akan melonjak dua kali lipat dalam waktu empat tahun mendatang.

Itulah mengapa, hampir setiap bulan penyanyi kelas dunia datang ke Indonesia dan tiket konser selalu ludes terjual. Lihat juga, ribuan orang rela antre untuk mendapatkan gadget baru, dan restoran-restoran sering kewalahan menerima para pengunjung.

Pendek kata, kini Indonesia ibarat gadis cantik yang banyak dikunjungi pemuda. Tak percaya? Coba lihat juga survei terkait Asean Economy Community (Masyarakat Ekonomi Asean) 2015. Ketika investor ditanya negara mana yang dianggap paling baik dalam mendukung investasi, mereka menunjuk Singapura, kemudian disusul Malaysia, Thailand, baru Indonesia.

Namun, saat ditanya negara mana yang akan menjadi pilihan berinvestasi, lebih 50% investor memilih Indonesia. “Pasti mereka punya penilaian sendiri ketika memilih Indonesia,” ujar Hatta.

Benahi Dalam Negeri


Mengagumkan, tentu saja. Maka, tak begitu mengherankan kalau Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, yang juga menjadi pembicara dalam diskusi Kamis pekan lalu tersebut, sependapat dengan Hatta bahwa perekonomian Indonesia di tahun 2013 akan berjalan cukup baik. “Setidaknya sama dengan tahun 2012,” kata Halim.

BI memprediksi, tingkat inflasi tidak akan tinggi, yakni hanya 4,5% plus minus 1%. Menurut Halim, dalam membuat prediksi, BI telah memasukkan tiga hal yang ikut menentukan tingkat inflasi. Yakni, penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, tarif dasar listrik (TDL), dan upah buruh.

Penaikan harga BBM bersubsidi, misalnya. Kata Halim, setiap penaikan sebesar Rp 1.000, inflasi hanya terkerek 0,3%. Kemudian penaikan TDL 15% menyumbang inflasi 0,25%-0,3% dan penaikan upah buruh memicu inflasi 0,2%. “Jadi, ini tidak berpengaruh signifikan,” kata Halim.

Hanya saja Sofjan Wanandi mengingatkan, sikap optimistisitu harus dibarengi dengan pembenahan di dalam negeri. Dia menyoroti masalah pembangunan infrastruktur yang belum juga beres. Padahal, katanya, infrastruktur adalah salah satu penunjang utama pertumbuhan ekonomi.

“Masalah pembebasan tanah itu bukan main (peliknya). Belum lagi pemilu atau Pilkadanya sampai 100. Kondisi ini mengakibatkan pembangunan yang kita inginkan bisa terhambat,” ujarnya.

Tak hanya itu. Sofjan juga memberi catatan pentingmengenai kepastian hukum di Indonesia. Misalnya, soal penaikan Upah Minimum Provinsi (UMP), pembatasan outsourcing, dan pembubaran BP Migas oleh Mahkamah Konstitusi. Semua masalah ini, katanya, membuat investor mempertanyakan sekaligus meragukan kepastian hukum di Indonesia. “Penaikan upah buruh terjadi, karena pemerintah terdesak akibat aksi demonstrasi buruh, bukan berdasarkan kesepakatan tripartit,” katanya.

Itu baru di dalam negeri, belum lagi yang ada di luar sana. Krisis di Eropa dan lambatnya ekonomi Amerika Serikat, tak boleh dianggap enteng. Memang, kata Sofjan, rating Yunani kini telah naik. “Tapi ingat, ekonomi Yunani itu kecil sekali daripada ekonomi Eropa seluruhnya,” katanya.

Hampir persis situasi di Eropa dan Amerika Serikat, Asia pun mengalami problemserupa. Pergantian pemerintahan di China, Jepang, dan Korea Selatan bakal turut memengaruhi situasi ekonomi Indonesia.

“Negara-negara raksasa ekonomi Asia tersebut tentunya membutuhkan waktu minimal 6 bulan untuk mengkonsolidasikan kekuatan ekonominya. Fakta riil di atas pasti berimbas langsung terhadap ekonomi Indonesia,” tambah Sofjan.

Pada bagian ini, Hatta sepakat dengan Sofjan. Karena itu, katanya, sikap hati-hati dan waspada harus tetap dijaga. Sebab, bila kondisi perekonomian global terus memburuk, akibatnya neraca perdagangan akan tertekan. Buntutnya, transaksi berjalan bakal mengalami defisit lagi. “Bila tidak ada aliran modal masuk, maka neraca pembayaran total kita bisa defisit juga, yang akan menggerus cadangan devisa,” ujar Hatta.

Untuk itulah, kata Hatta, segala kekurangan ini akan terus diperbaiki, termasuk merancang ulang kebijakan subsidi. Dan, yang tak kalah penting bagaimana meningkatkan Indonesia Incorporated, yakni multisinergi antara pemerintah dengan pengusaha dalam mewujudkan pembangunan ekonomi yang terintegrasi.


Sumber: copy right http://www.kelompokinti3.blogspot.com/v2/index.php?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar