Inilah Prospek Ekonomi Tahun 2013 dan Kendalanya
Senin, 24 Desember 2012 10:43:35 WIB
-
Jakarta
- Sikap
optimistis diperlihatkan oleh hampir semua ahli melihat wajah
perekonomian Indonesia di tahun 2013 nanti. Mereka menilai, kondisi
perekonomian nasional pada tahun itu akan berjalan cukup baik, terutama
dilihat dari aspek makro ekonomi. Meski begitu, sikap hati-hati dan
waspada terhadap perekonomian global harus tetap dijaga.
Itulah
kenapa, banyak lembaga keuangan dan lembaga riset internasional ikut
memberi aplaus terhadap perjalanan perekonomian Indonesia sepanjang
tahun ini dan prospeknya tahun depan.
Lihat saja survei yang
dilakukan oleh Bloomberg dan perhitungan Dana Moneter Internasional
(IMF). Kata mereka, di tahun 2013 nanti perekonomian Indonesia akan
tumbuh dengan laju tercepat setelah China.
“Dunia memandang
ekonomi Indonesia dengan amat optimistis,” ujar Hatta Rajasa, Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian dalam diskusi bertajuk Review &
Outlook 2013: Tantangan Perekonomian & Peluang Bisnis, yang
diselenggarakan kelompok usaha media, Inilah.comGroupdi Grand SahidJaya,
Jakarta, Kamis pekan lalu.
Sikap optimistisitu memang bukan
tanpa alasan bila melihat capaian yang dipertontonkan perekonomian
Indonesia sepanjang tahun 2012. Enam indikator yang biasanya dipakai
sebagai patokan untuk melihat pergerakan perekonomian berjalan sesuai
sasaran, tercermin dari angka-angka yang disodorkan Kantor Kementerian
Bidang Perekonomian dalam diskusi tersebut.
Enam indikator itu
adalah pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang mencapai 6,3%, PDB
per kapita sebesar US$ 3.850, tingkat kemiskinan yang menjadi 11,96%,
pengangguran tinggal 6,1%, inflasi 3,66%, dan rasio utang terhadap PDB
23%. Coba bandingkan dengan tahun 2000, rasio utang terhadap PDB sempat
mencapai 89%.
Indonesia memang beruntung dibandingkan
negara-negara berkembang lainnya. Ketika negara-negara tersebut
terpengaruh oleh krisis yang ditiup dari Eropa dan Amerika Serikat,
ternyata Indonesia masih tetap berdiri kokoh.
Memang, dalam
beberapa tahun ini, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 6%.
Target tahun ini sebesar 6,5%, tampaknya bakal tercapai. Sebab, bukan
apa-apa, pada triwulan II 2012 saja, perekonomian Indonesia sudah tumbuh
setinggi 6,4%.
Ada dua sumber yang menjadi penopang pertumbuhan
ekonomi Indonesia setinggi itu. Pertama, nilai investasi. Kedua,
konsumsi domestik yang begitu kuat. Konsumsi domestik menyumbang hampir
60% dari total PDB.
Untuk investasi, sepanjang Januari-September
2012 sudah mencapai Rp 229,9 triliun, atau meningkat 27,0% dibandingkan
dengan periode yang sama tahun 2011 yang hanya Rp 181,0 triliun. Sampai
triwulan III tahun ini, investasi asing banyak masuk ke sektor sekunder,
terutama industri. Total nilai investasi sampai akhir tahun ini
diperkirakan Rp 300 triliun.
Lonjakan Pendapatan
Capaian
seperti itulah yang membuat banyak ahli optimistisbahwa perekonomian
Indonesia di tahun 2013 akan berjalan cukup baik. “Saya cukup optimistis
lantaran rating Yunani sudah naik. Ada tanda-tanda terjadi kesepakatan
politik. Ini tentu saja memberi sinyal positif bagi ekonomi global,”
kata Hatta.
Mungkin lantaran itulah, dalam APBN 2013 pemerintah
berani memasang pertumbuhan ekonomi 6,8% dan inflasi dikendalikan pada
angka 4,9%. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi setinggi itu, sektor
investasi dan konsumsi domestik tetap dipakai sebagai andalan.
Hatta
memperkirakan, pada tahun 2013, investasi yang bakal masuk ke Indonesia
akan mencapai Rp 380 triliun. “Berdasarkan data investasi Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), tahun 2013 bakal ada lonjakan
investasi Rp 100 triliun dibanding 2012,” ujarnya.
Tak kalah
hebat sumbangan dari konsumsi domestik. Dengan pendapatan per kapita
rata-rata sebesar US$ 3.850, akan muncul gelombang permintaan baru. Ini
tentu saja, akan menaikkan konsumsi domestik sehingga perekonomian
Indonesia tetap tumbuh tinggi.
Lonjakan pendapatan per kapita
dari US$ 1.187,7 di tahun 2004 menjadi US$ 3.850, memang telah
mendongkrak jumlah kelas menengah dan orang-orang kaya di Indonesia
bertambah. Bahkan, Bank Dunia menyebutkan, kini ada sekitar 134 juta
jiwa orang Indonesia yang saban hari membelanjakan uangnya antara US$
2–US$ 20.
Yang lebih fantastis lagi adalah kenaikan jumlah orang
kaya di Indonesia. Credit Suisse Research Institute mencatat bahwa ada
sekitar 112.000 orang kaya di Indonesia yang memiliki aset minimal US$ 1
juta. Angka ini akan melonjak dua kali lipat dalam waktu empat tahun
mendatang.
Itulah mengapa, hampir setiap bulan penyanyi kelas
dunia datang ke Indonesia dan tiket konser selalu ludes terjual. Lihat
juga, ribuan orang rela antre untuk mendapatkan gadget baru, dan
restoran-restoran sering kewalahan menerima para pengunjung.
Pendek
kata, kini Indonesia ibarat gadis cantik yang banyak dikunjungi pemuda.
Tak percaya? Coba lihat juga survei terkait Asean Economy Community
(Masyarakat Ekonomi Asean) 2015. Ketika investor ditanya negara mana
yang dianggap paling baik dalam mendukung investasi, mereka menunjuk
Singapura, kemudian disusul Malaysia, Thailand, baru Indonesia.
Namun,
saat ditanya negara mana yang akan menjadi pilihan berinvestasi, lebih
50% investor memilih Indonesia. “Pasti mereka punya penilaian sendiri
ketika memilih Indonesia,” ujar Hatta.
Benahi Dalam Negeri
Mengagumkan,
tentu saja. Maka, tak begitu mengherankan kalau Deputi Gubernur Bank
Indonesia (BI) Halim Alamsyah dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha
Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, yang juga menjadi pembicara dalam
diskusi Kamis pekan lalu tersebut, sependapat dengan Hatta bahwa
perekonomian Indonesia di tahun 2013 akan berjalan cukup baik.
“Setidaknya sama dengan tahun 2012,” kata Halim.
BI memprediksi,
tingkat inflasi tidak akan tinggi, yakni hanya 4,5% plus minus 1%.
Menurut Halim, dalam membuat prediksi, BI telah memasukkan tiga hal yang
ikut menentukan tingkat inflasi. Yakni, penaikan harga bahan bakar
minyak (BBM) bersubsidi, tarif dasar listrik (TDL), dan upah buruh.
Penaikan
harga BBM bersubsidi, misalnya. Kata Halim, setiap penaikan sebesar Rp
1.000, inflasi hanya terkerek 0,3%. Kemudian penaikan TDL 15% menyumbang
inflasi 0,25%-0,3% dan penaikan upah buruh memicu inflasi 0,2%. “Jadi,
ini tidak berpengaruh signifikan,” kata Halim.
Hanya saja Sofjan
Wanandi mengingatkan, sikap optimistisitu harus dibarengi dengan
pembenahan di dalam negeri. Dia menyoroti masalah pembangunan
infrastruktur yang belum juga beres. Padahal, katanya, infrastruktur
adalah salah satu penunjang utama pertumbuhan ekonomi.
“Masalah
pembebasan tanah itu bukan main (peliknya). Belum lagi pemilu atau
Pilkadanya sampai 100. Kondisi ini mengakibatkan pembangunan yang kita
inginkan bisa terhambat,” ujarnya.
Tak hanya itu. Sofjan juga
memberi catatan pentingmengenai kepastian hukum di Indonesia. Misalnya,
soal penaikan Upah Minimum Provinsi (UMP), pembatasan outsourcing, dan
pembubaran BP Migas oleh Mahkamah Konstitusi. Semua masalah ini,
katanya, membuat investor mempertanyakan sekaligus meragukan kepastian
hukum di Indonesia. “Penaikan upah buruh terjadi, karena pemerintah
terdesak akibat aksi demonstrasi buruh, bukan berdasarkan kesepakatan
tripartit,” katanya.
Itu baru di dalam negeri, belum lagi yang
ada di luar sana. Krisis di Eropa dan lambatnya ekonomi Amerika Serikat,
tak boleh dianggap enteng. Memang, kata Sofjan, rating Yunani kini
telah naik. “Tapi ingat, ekonomi Yunani itu kecil sekali daripada
ekonomi Eropa seluruhnya,” katanya.
Hampir persis situasi di
Eropa dan Amerika Serikat, Asia pun mengalami problemserupa. Pergantian
pemerintahan di China, Jepang, dan Korea Selatan bakal turut memengaruhi
situasi ekonomi Indonesia.
“Negara-negara raksasa ekonomi Asia
tersebut tentunya membutuhkan waktu minimal 6 bulan untuk
mengkonsolidasikan kekuatan ekonominya. Fakta riil di atas pasti
berimbas langsung terhadap ekonomi Indonesia,” tambah Sofjan.
Pada
bagian ini, Hatta sepakat dengan Sofjan. Karena itu, katanya, sikap
hati-hati dan waspada harus tetap dijaga. Sebab, bila kondisi
perekonomian global terus memburuk, akibatnya neraca perdagangan akan
tertekan. Buntutnya, transaksi berjalan bakal mengalami defisit lagi.
“Bila tidak ada aliran modal masuk, maka neraca pembayaran total kita
bisa defisit juga, yang akan menggerus cadangan devisa,” ujar Hatta.
Untuk
itulah, kata Hatta, segala kekurangan ini akan terus diperbaiki,
termasuk merancang ulang kebijakan subsidi. Dan, yang tak kalah penting
bagaimana meningkatkan Indonesia Incorporated, yakni multisinergi antara
pemerintah dengan pengusaha dalam mewujudkan pembangunan ekonomi yang
terintegrasi.
Sumber: copy right http://www.kelompokinti3.blogspot.com/v2/index.php?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar